Bismillah,
Berbagai macam bisnis yang berkembang saat ini. Mulai dari yang memanfaatkan isi perut bumi sampai yang memanfaatkan permukaan bumi. Tujuan utama dari bisnis ini adalah mendapatkan keuntungan (uang). Setiap roda kehidupan saat ini bergantung dengan adanya uang sebagai alat tukar. Uang diputar dari berbagai bisnis yang berkembang saat ini, apapun itu.
Sejatinya uang haruslah menjadi sarana pensejahteraan bagi manusia. Namun saat ini, uang seperti menjadi beban bagi sebagian manusia di pelbagai penjuru dunia. Tidak peduli apakah itu bagian Utara, Selatan, Timur, Barat, ataupun tengah.
Mengapa? Karena dalam perputaran uang (bisnis) yang ada saat ini, kehilangan salah satu jati dirinya yaitu Integritas. Integritas disini memiliki makna prinsip moral yang tinggi, kebenaran, kejujuran dan ketulusan. Dapat dikatakan jati diri inilah yang hilang dari dunia bisnis saat ini, dimana seharusnya dengan adanya bisnis dapat menjadikan masyarakat lebih sejahtera. Kegelisahan ini sampai menimbulkan sebuah ungkapan “Si Kaya semakin kaya, dan Si Miskin semakin miskin.”
Selain dilihat dari sisi masyarakat, banyak juga saat ini terjadi penipuan-penipuan dalam bisnis, mulai dari kalangan pasar hingga kalangan pebisnis besar. Seperti diketahui, kasus pembajakan banyak terjadi, sapi gelonggongan, susu formula, pemalsuan sampo dan sabun, KKN, dan masih banyak lagi.
Hal ini sungguh berbeda dengan ajaran setiap agama. Hal ini sungguh berbeda dengan nurani manusia. Dalam Ajaran Nabi Muhammad saw (Islam) ada etika-etika dalam berbisnis yang harus dilakukan dan ini amat berhubungan dengan integritas dan kesejahteraan masyarakat. Inilah beberapa etika yang berhubungan dengan Integritas, yaitu:
1. Kejujuran. Ini merupakan aspek terpenting dalam berbisnis. Beliau bersabda,” Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya.” (H.R. Al-Quzwani). Ada juga sabda beliau,” Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami," (H.R. Muslim). Beliau selalu jujur dalam berdagang (berbisnis) dan Beliau pun melarang para pedagang meletakkan barang yang busuk di bawah dan barang yang bagus di atas.
2. Menolong atau memberi manfaat kepada orang lain, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Tidak hanya mengejar profit atau keuntungan semata, namun bagaimana dapat membantu mensejahterakan masyarakat, baik melalui kemudahan menjual barang, ataupun kegiatan sosial (saat ini lebih terkenal dengan istilah CSR atau Corporate Social Responsibility).
3. Tidak boleh menipu, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Hal ini merupakan hal yang harus diutamakan, apalagi dalam berbisnis saat ini, ini merupakan salah satu syarat terjadinya hubungan jangka panjang. Sebagai contoh, bengkel, bila memang yang rusak hanya remnya, maka beritahulah remnya, jangan dibuat seolah-olah ada bagian lain lagi yang rusak, dan berikanlah solusi yang sesuai dengan barang yang ada dan kemampuan pelanggan.
4. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Rasulullah saw bersabda,” Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain," (H.R. Muttafaq ‘alaih). Begitu banyak praktek bisnis yang mengabaikan hal ini.
5. Semua pekerjaan dilakukan dengan kasih sayang dan cinta. Dengan adanya cinta dan kasih sayang akan mudah melakukan sebuah pekerjaan dan tentunya tidak ada unsure keterpaksaan dalam mengambil setiap keputusan.
6. Pandai bersyukur dan berucap terima kasih atas apa yang diperoleh. Dengan bersyukur, manusia tidak akan menjadi tamak dan rakus, dengan bersyukur apa yang sudah ada akan menjadi berkah, dengan bersyukur apa yang sudah ada akan dilipatgandakan oleh Tuhan.
Ketika etika-etika ini yang dijalankan, maka bisnis (sebagai poros dari perputaran uang) akan kembali kepada jalur sebenarnya, yaitu mensejahterakan manusia. Tidak akan ada lagi perpecahan, keributan, kecurangan, bahkan kemiskinan. Yang ada adalah, persaingan yang membangun, perdamaian, kekeluargaan, bahkan kesejahteraan.
Sebagaimana zaman Rasulullah dan para khalifah, sulit sekali menemukan rakyatnya yang miskin. Bahkan pada zaman Khalifah Umar bin Khatab, sulit sekali menemukan rakyat miskin, bahkan hampir bisa dikatakan tidak ada. Mengapa? Karena para pedagang atau pebisnis selalu membantu masyarakat sekitarnya baik melalui sedekah maupun zakat.
Semoga saja dunia bisnis ini dapat kembali menemukan salah satu jati dirinya yang telah lam hilang dan tertidur, sehingga masyarakat dapat sejahtera. Dimulai dari diri sendiri, saat ini, dan hal terkecil.
Meminjam syair Kahlil Gibran;
Dan segala keinginan itu buta semata jika tanpa pengetahuan,
Dan segala pengetahuan akan sia-sia jika tidak ada kerja,
Dan segala kerja kosong belaka jika tanpa cinta;
Dan jika kau bekerja dengan penuh cinta kau mengikatkan diri pada dirimu sendiri, pada orang lain, dan pada Tuhan.
Wallahu’alam.
EHP 21 Februari 2011
0 comments :
Post a Comment